Kegundahan dan kegelisahan pengungsi terlihat dari aktivitas hidup mereka di barak pengungsi. Mereka tak tenang.
Ketika letusan gunung mereda banyak dari mereka pulang ke rumah. Akan
tetapi mereka harus mengalah saat petugas Penanggulangan Bencana Alam
Kota Tomohon menemukan mereka. Petugas tanpa tedeng aling-aling memaksa
warga kembali ke lokasi pengungsian. Kalau melawan langsung diangkut
dengan kendaraan. Petugas beralasan situasi gunung belum normal
yang terus mengancam jiwa manusia. Ini perintah, jangan ada yang
melawan. "Kami bertugas menyelamatkan ibu," teriak petugas seperti
dikutip Deitje Tooy. Situasi seperti ini cukup membuat warga kaki gunung
stres. "Hidup kami seperti adu kuat dengan letusan gunung," kata Agus
Wollah (54), pengungsi. Agus yang hidup sebagai petani sayur
menceritakan kebingungannya menghadapi situasi letusan gunung Lokon yang
tak menentu. Ia seperti tak tahu berusaha apa setelah kehilangan
penghasilan. Dari usaha sayuran Agus mengatakan dapat menghidupi
istri dan dua orang anaknya. "Hasil jualan sayur setiap pekan terkumpul
uang Rp 300.000. Sekarang uang saja tidak ada. Mau pulang lihat tanaman
kehabisan ongkos," katanya. 197 Kali Meletus
Aktivitas vulkanik gunung Lokon yang meletus sejak 18 Juni sampai
Selasa (19/7) cukup panjang dibanding catatan letusan tahun sebelumnya.
Situasi kelurahan Kinilow dan Kinilow I yang terletak pada radius 3-4
kilometer dari kawah Tompaluan cukup sepi. Rumah-rumah penduduk tampak
tertutup rapat dijaga oleh aparat kepolisian dan pamong praja. Ada
beberapa warga yang enggan dievakuasi meski letusan Lokon berlangsung
terus menerus. "Kami tahu Lokon tak berbahaya. Malah letusan
Lokon tahun 1991 lebih parah," kata Herdi Togas warga yang tetap tinggal
di rumahnya di Kinilow I. Elizabeth Mandagi (82) mengatakan
dua kali merasakan menjadi pengungsi akibat letusan Lokon yakni tahun
1991 dan kali ini. Ia menceritakan ketika Lokon meletus hebat tahun 1951
tidak ada warga yang mengungsi. Orangtua saya tetap berada di rumah,
katanya. Kelurahan Kinilow sendiri tampak bersih dari abu
semburan Lokon. Semburan debu Lokon , kata Herdie, justru ke wilayah
Utara, Tanawangko dan Manado. Farid Ruskanda, Pengamat Pos Gunung
Api Lokon dan Mahawu mengatakan selama sebulan Lokon telah meletus 197
kali. Bagi Farid, aktivitas Lokon melalui kawah Tompaluan cukup tinggi.
Ia sendiri tidak berani meramalkan letusan Lokon akan segera mereda.
"Suplai energi dari bawah kawah Tompaluan masih cukup tinggi," katanya.
Hingga Selasa kemarin Pemerintah Kota Tomohon mencatat sekitar 5.210
orang yang mengungsi. Mereka ditempatkan pada 24 lokasi pengungsi.
Diperoleh keterangan sekitar 36 orang pengungsi, tiga di antaranya
balita harus mendapat perawatan di rumah sakit terserang berbagai
penyakit. Beberapa di antaranya pengungsi yang terkena penyakit Ispa dan
penyakit menahun seperti stroke. Akan Debby Momongan dari Tim
Penolong Gereja Masehi Injili di Minahasa mengatakan banyak pengungsi
yang stress, tidak tahan hidup dalam pengungsian. Spritual pengungsi
kami isi dengan melakukan ibadah setiap malam di seluruh lokasi
pengungsian, katanya. Menurut Debby, para pengungsi rentan
mendapat penyakit karena prasarana tidur yang tidak memadai. Sebagian
pengungsi di lokasi PPWG (Pusat Pelatihan Warga gereja) Kaaten misalnya
masih tidur di lantai, padahal suhu Kota Tomohon cukup dingin di malam
hari sekitar 10 hingga 25 derajat Celcius. (Jean Rizal Layuck)
Sumber : kompas.com
|